Thursday, 20 August 2015

Batu Akik Boleh Meredup, Tapi Tidak untuk Batu 'Hidup'

Muhammad Taufiqqurahman - detikNews Batu Akik Boleh Meredup, Tapi Tidak untuk Batu HidupFoto: Hasan Alhabshy

 Jakarta - Geliat batu akik tak seramai dahulu. Di lapak-lapak batu akik dan tukang batu gosok, kini tak tampak kerumunan. Hanya satu dua saja konsumen yang terlihat masih setia.

Sementara itu, keramaian masih tampak di pusat batu akik di Rawa Bening, Jaktim. Walau tak semeriah dahulu di masa boomingnya, geliatnya masih terasa.

Seperti cerita Harlan Sutianto, salah satu pemilik kios batu. Pria yang diakrab disapa Ken ini sedang menunggu dua orang tamunya. Kedua tamunya hendak melihat batu bacan miliknya.

Beberapa hari sebelum pertemuan itu dimulai, Ken mendapatkan sebuah telepon dengan bahasa Inggris. Di ujung telepon sana, pria tersebut mengaku mendapatkan kontak Ken dari sebuah iklan dan hendak menemuinya untuk berbicara soal batu. Tiba hari yang telah ditentukan, Ken bertemu dengan seorang wanita dan pria berkebangsaan Swiss dan Rusia.

Ken lupa nama keduanya, dia hanya memberikan bukti foto-foto keduanya kepada detikcom, Selasa (18/8), saat sedang berbincang. Di foto itu terlihat seorang wanita berambut pirang dengan potongan rambut sepundak dan seorang laki-laki tua, berkacamata dengan mengenakan setelan kemeja.

"Mereka mengaku sedang melakukan penelitian bacan," kata Ken.
Ken lupa nama organisasi kedua warga negara asing itu. Tamu pria disebutkan membawa beberapa peralatan dan salah satu yang diingat Ken adalah kaca pembesar sang pria. Menurut Ken, keistimewaan bacan berbeda dengan batu-batu jenis lainnya yang ada di nusantara. Harga jualnya pun disebut akan naik terus seiring perkembangan waktu. Banyak yang bilang batu Bacan ini batu 'hidup' dan berkualitas. Batu ini warnanya berubah seiring waktu.
"Banyak yang beli tetapi tidak ngerti kualitas batu tapi suka. Nilai batu akan semkain naik tergantung dari kualitas. Ada kualitas tinggal kita mau bermain," ucap Ken yakin.

Diperlihatkannya batu bacan miliknya. Sebuah batu bacan berwarna hijau sebesar ibu jari dewasa. Bacan tersebut memiiki gradasi hijau cokelat dan warnanya bisa berubah seiirng perkembangan waktu. Tidak hanya bacan, ada beberapa jenis batu yang nilai harganya tidak berdasarkan ukuran batu tetapi pada berat batu itu. Misalnya, harga per krat sebuah batu berkualitas bisa mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta rupiah.

Kualitas bacan ataupun batu-batu lainnya dapat dilihat dari tingkat kristalisasi warna dan kejernihannya, dan gradasi warna.

"Ada air apa tidak. Kalau ada air bermain semakin makin bagus, disebutnya berair atau enggak," terangnya.
Untuk warna yang paling dicari adalah berwarna hijau. Hijau disebut membawa kesejukan dan memenangkan hati. Ada pula warna biru kehijauan. Bagi para pemain batu, syarat-syarat di atas akan menentukan harga jual suatu batu. Makin berkualitas maka harganya  bisa meroket tinggi.

"Kalau pendatang baru mungkin bilang harganya enggak masuk akal. Tetapi memang seperti itu dan tidak bisa berkurang," ujarnya.

Di atas meja, Ken memperlihatkan koleksi terbarunya yaitu Raflesia Bengkulu. Batu-batu itu berwarna merah dan kuning. Meski harganya dirahasiakan Ken, tetapi menurutnya untuk kelas batu Raflesia miliknya bernilai jutaan rupiah.
Ketenaran batu akik nusantara diakuinya sudah terdengar hingga dunia internasional. Beberapa negara yang mulai melirik pangsa akik ini adalah China, Taiwan, dan Myanmar, khususnya negara-negara di Asia, meski penjualan batu akik masih sebatas orang per orang. Menipisnya batu-batu giok yang berada di negara-negara Asia lainnya membuat kolekter, pembeli batu melirik Indoensia. Para pembeli itu lebih melirik batu bacan.

"Batu bacan berwarna hijau dan mirip dengan giok. Pengalaman pribadi saya, saya pernah bertransaksi dengan orang China dan Taiwan," kata Ken.
 

Siang itu juga, di Rawa Bening datang seorang pria bernama Slamet. Berkemeja rapi, dia melihat-lihat di sejumlah kios. "Mau punya batu akik," imbuh Slamet.
Dia memegang uang Rp 200 ribu. Batu yang dicarinya tak lebih dari seharga uang di kantungnya. "Biar kaya teman-teman pakai batu akik," tutur Slamet yang baru belakangan senang akik.
Slamet memang muka baru yang suka batu akik, sedang banyak yang lainnya mulai meninggalkannya. Silih berganti datang, pastinya dunia batu akik Indonesia terus berkembang. Mungkin hanya redup sementara.
(fiq/dra)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Batu Akik Boleh Meredup, Tapi Tidak untuk Batu 'Hidup'

0 comments:

Post a Comment